Sunday, March 20, 2011

Fungsi Kondom Bagi Wartawan Peliput Bencana


Keselamatan kerja saat liputan di kawasan bencana adalah yang utama. Pesan itu muncul dalam forum diskusi fotografer muda Kediri yang tergabung pada Komunitas Ngopi Ngopi (Kanopi) di Larizzo Café Jalan Erlangga Kediri, Senin (21/3).
Kepada fotografer muda Kediri yang rata-rata berstatus pelajar dan mahasiswa, Fotografer AP Trisnadi Marjan mengingatkan untuk selalu mempersiapkan diri sebelum terjun ke lokasi bencana. Selain kesiapan peralatan kerja yang sesuai, dia menyarankan para fotografer mempelajari dulu seluk beluk medan yang dihadapi.


Trisnadi mengaku selalu membawa kondom dalam sakunya saat meliput gunung meletus. Alat kotrasepsi itu, kata dia, berguna sebagai petunjuk arah angin. Caranya dengan meniup kondom seperti balon dan mengikatnya di ranting pohon. Beban kondom yang ringan karena terbuat dari sintetis tipis akan bergerak mengikuti arah angin.
Pergerakan angin ini sekaligus menunjukkan arah gerakan awan panas atau wedus gembel jika terjadi erupsi. Sehingga seorang fotografer harus mencari posisi yang berlawanan. Demikian pula dengan tanda-tanda erupsi harus dikenali dengan betul untuk memperkirakan situasi yang akan terjadi. “Saya membawa banyak kondom saat liputan di Merapi,” katanya.

Pengalaman serupa disampaikan Regina Safri. Fotografer dari Kantor Berita Antara itu menyarankan membawa sepatu boot dan Handy Talky (HT). Sepatu biasa menurut dia akan meleleh ketika melintasi kawasan abu panas. Sementara frekwensi HT menjadi penanda peningkatan aktivitas vulkanik. “Semakin cepat bunyi frekwensi HT, berarti aktivitas meninggi dan harus segera lari,” katanya.
Adapun wartawan Majalah Tempo, Dwidjo Utomo Maksum meminta para fotografer tak terlalu mengejar eksklusivitas liputan dengan mempertaruhkan nyawa. Menurut dia eksklusivitas berita tidak identik dengan resiko keselamatan tinggi. “Kecermatan fotografer untuk membidik sesuatu yang tidak dipikirkan orang lain jauh lebih cerdas dibandingkan liputan berdarah-darah,” kata Dwidjo yang juga Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Selain berdiskusi, mereka juga menyaksikan slide show hasil jepretan Trisnadi saat meliput letusan Merapi akhir tahun 2010. Foto-foto tersebut terlihat dramatis dan hidup dengan berbagai angle. Dokumentasi itu juga mengungkap banyak peristiwa letusan Merapi yang belum pernah muncul di media massa.

No comments:

Post a Comment